Seorang PR Tidak Boleh Ketinggalan Teknologi
Kebutuhan akan digital media pada bidang public relations (PR) membuat Departemen Komunikasi mengadakan seminar nasional bertajuk PR dan Institusi Pemerintahan Dalam Era 2.0 pada Sabtu (19/11) lalu. Seminar tersebut mengundang Henry Subiakto dari Menkominfo, Anom Suharno dari Pemprov Jatim, Fery Gunawan dari Departemen Keuangan dan Yvonne Andayani dari PT Telkom. Dalam seminar yang di selenggarakan di Ruang Adisukadana ini, keempat pembicara sama‐sama menyatakan bahwa kini, peran media online sangat dibutuhkan oleh instansi-instansi pemerintahan.
“Kalau dulu, media online itu hanya nice to have. Tapi kalo sekarang, being necessary,” ucap Fery Gunawan. Fery menyatakan, website di Departemen Keuangan (Depkeu) digunakan sebagai sarana publikasi kebijakan yang dapat langsung diakses dan diketahui oleh publik. “Enak sekarang kalau pake website. Masyarakat umum dan pers bisa langsung mengetahui kebijakan pemerintah melalui website resmi. Segala infomasi yang kami sediakan di website pasti asli dari kami dan dijamin kebenarannya,” tuturnya. Peran media on line saat ini juga sudah diakui tidak bisa dipandang sebelah mata. Hal ini disebabkan karena saat ini, media online lebih populer daripada media cetak. “Fenomena yang terjadi sekarang ini luar biasa berbeda dari beberapa tahun yang lalu. Contohnya saja, Tifatul Sembiring, namanya di media online telah disebut sebanyak 65 juta kali dalam setahun, sedangkan di media cetak hanya 667 kali.” kata Henry Subiakto, staf ahli Kementrian Komunikasi dan Informasi (Menkominfo). “Maka, dari feno mena tersebut,
kalau kita sebagai PR bisa mengatasi (permasalahan di,red) media online atau social media, maka media cetak pun akan lebih mudah kita atasi,” lanjut Henry.
Fenomena yang sama juga disampaikan oleh Yvonne Andayani, PR Telkom Jatim. Yvonne menyampaikan, bahwa saat ini komplain pelanggan lebih banyak masuk melalui media sosial seperti twitter. “Data kami menunjukkan bahwa komplain melalui social media jumlahnya dua puluh kali lebih banyak daripada komplain yang masuk melalui media lain. Jadi, kita nggak bisa berdiam diri untuk tidak me‐maintain website kita, baik yang 2.0 maupun yang 3.0,” tutur lulusan STT Telkom Bandung ini.
Ketika sesi tanya jawab digelar, peserta seminar tampak antusias mengajukan berbagai pertanyaan. Salah satu pertanyaan diajukan oleh peserta yang berasal dari Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag), mengenai peran media konvensional di era digital. “Media konvensional masih penting. Namun media‐media baru seperti twitter, facebook dan website ini juga tidak kalah penting karena merupakan masa depan. Dan kita sebagai PR wajib menguasainya.” jawab Henry. “Pokoknya kita sebagai PR jangan mau jadi ketek! Karena kalau kita ketek atau ketinggalan teknologi, maka kita tidak akan bisa berinteraksi dengan publik kita, dengan konsumen kita dan kita tidak akan bisa menjalankan fungsi PR secara maksimal.” jelas Yvonne menyambung jawaban Henry. (zaa)
Kebutuhan akan digital media pada bidang public relations (PR) membuat Departemen Komunikasi mengadakan seminar nasional bertajuk PR dan Institusi Pemerintahan Dalam Era 2.0 pada Sabtu (19/11) lalu. Seminar tersebut mengundang Henry Subiakto dari Menkominfo, Anom Suharno dari Pemprov Jatim, Fery Gunawan dari Departemen Keuangan dan Yvonne Andayani dari PT Telkom. Dalam seminar yang di selenggarakan di Ruang Adisukadana ini, keempat pembicara sama‐sama menyatakan bahwa kini, peran media online sangat dibutuhkan oleh instansi-instansi pemerintahan.
“Kalau dulu, media online itu hanya nice to have. Tapi kalo sekarang, being necessary,” ucap Fery Gunawan. Fery menyatakan, website di Departemen Keuangan (Depkeu) digunakan sebagai sarana publikasi kebijakan yang dapat langsung diakses dan diketahui oleh publik. “Enak sekarang kalau pake website. Masyarakat umum dan pers bisa langsung mengetahui kebijakan pemerintah melalui website resmi. Segala infomasi yang kami sediakan di website pasti asli dari kami dan dijamin kebenarannya,” tuturnya. Peran media on line saat ini juga sudah diakui tidak bisa dipandang sebelah mata. Hal ini disebabkan karena saat ini, media online lebih populer daripada media cetak. “Fenomena yang terjadi sekarang ini luar biasa berbeda dari beberapa tahun yang lalu. Contohnya saja, Tifatul Sembiring, namanya di media online telah disebut sebanyak 65 juta kali dalam setahun, sedangkan di media cetak hanya 667 kali.” kata Henry Subiakto, staf ahli Kementrian Komunikasi dan Informasi (Menkominfo). “Maka, dari feno mena tersebut,
kalau kita sebagai PR bisa mengatasi (permasalahan di,red) media online atau social media, maka media cetak pun akan lebih mudah kita atasi,” lanjut Henry.
Fenomena yang sama juga disampaikan oleh Yvonne Andayani, PR Telkom Jatim. Yvonne menyampaikan, bahwa saat ini komplain pelanggan lebih banyak masuk melalui media sosial seperti twitter. “Data kami menunjukkan bahwa komplain melalui social media jumlahnya dua puluh kali lebih banyak daripada komplain yang masuk melalui media lain. Jadi, kita nggak bisa berdiam diri untuk tidak me‐maintain website kita, baik yang 2.0 maupun yang 3.0,” tutur lulusan STT Telkom Bandung ini.
Ketika sesi tanya jawab digelar, peserta seminar tampak antusias mengajukan berbagai pertanyaan. Salah satu pertanyaan diajukan oleh peserta yang berasal dari Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag), mengenai peran media konvensional di era digital. “Media konvensional masih penting. Namun media‐media baru seperti twitter, facebook dan website ini juga tidak kalah penting karena merupakan masa depan. Dan kita sebagai PR wajib menguasainya.” jawab Henry. “Pokoknya kita sebagai PR jangan mau jadi ketek! Karena kalau kita ketek atau ketinggalan teknologi, maka kita tidak akan bisa berinteraksi dengan publik kita, dengan konsumen kita dan kita tidak akan bisa menjalankan fungsi PR secara maksimal.” jelas Yvonne menyambung jawaban Henry. (zaa)


0 comments:
Post a Comment